Pesantren Harus Menjadi Poros Deradikalisasi

Halaqoh dan silaturrahim ponpes se-Solo Raya (Istimewa)

Citra Islam sekarang ini dinilai tercoreng dengan adanya kasus-kasus terorisme dan radikalisme. Demikian juga, dengan aksi-aksi kekerasan yang menggunakan label Islam, turut memperburuk wajah komunitas muslim.
Aksi-aksi teroris juga sering menggunakan simbol-simbol pesantren, sebagai penanda identitasnya. Padahal, hanya sebagian kecil pesantren yang terlibat jaringan teroris dan mengajarkan radikalisme. Narasi besar komunitas pesantren, mengajarkan toleransi, ukhuwah dan kesatuan bangsa.

Topik inilah yang diangkat sebagai tema utama, dalam Halaqoh dan Silaturahim Pesantren se-Solo Raya di Graha IAIN Surakarta, Senin (21/9/2015) lalu.

Agenda yang mengangkat tema “Mempererat Ukhuwah untuk Kesatuan Bangsa” ini, dihadiri oleh beberapa perwakilan pesantren, ormas Islam dan mahasiswa. Narasumber yang hadir dalam agenda ini, yakni KH. Dian Nafi’ (Pengasuh Pesantren Al-Muayyad Solo), MT Arifin (budayawan), dan Islah Gusmian (pakar kajian Islam), yang dimoderatori peneliti Munawir Aziz.

Acara Halaqoh ini, diselenggarakan oleh UKM Ihyaul Qur’an IAIN Surakarta, Yayasan Indonesian File dan Penerbit Pustaka Compass.
  
Kiai Dian Nafi’ mengungkapkan, bahwa seharusnya pesantren menjadi agen perdamaian. ”Pesantren di Indonesia ini, memiliki potensi besar untuk memproduksi wacana keislaman sekaligus gerakan moderat, untuk kemaslahatan berbangsa. Kuncinya, ada pada komunikasi antartokoh, antar pesantren, dan semangat untuk menjaga persatuan bangsa,” terang Kiai Dian Nafi’.

Ia mengimbau agar santri-santri sekarang ini, memiliki semangat untuk menjaga keutuhan NKRI, dengan mempelajari ilmu agama dengan sanad keilmuan yang jelas, menyebarkan nilai-nilai yang baik, dan meninggalkan kebencian.

Selain itu, Rektor IAIN Surakarta, Mudhofir juga mengimbau agar generasi Muslim zaman sekarang untuk serius mengkaji Islam secara aplikatif.  “Ilmu Alqur’an itu sangat luas. Tugas kita saat ini dengan mengkaji sekaligus mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Alqur’an. Semangat menjaga persatuan bangsa dengan Ukhuwah Islamiyyah, itu diajarkan oleh Alquran dan menjadi pesan Nabi Muhammad. Ini yang perlu kita pahami dan lakukan,” terang Mudhofir.

Di sisi lain, Budayawan MT Arifin menegaskan pentingnya menjaga integrasi bangsa. “Di Solo, saat ini menghadapi berbagai kompetisi ideologi keagamaan. Jangan sampai ini menjadikan kita terpecah belah. Jangan sampai kasus Tolikara terjadi di kota Solo, dan beberapa kota lainnya,” ungkap Arifin.
Pengkaji Islam Nusantara, Dr. Islah Gusmian, mengimbau kepada mahasiswa dan santri untuk serius mengkaji Islam, dengan merujuk pada kearifan lokal di kawasan masing-masing.

”Kita memiliki khazanah keilmuan yang luar biasa, memiliki peradaban Islam yang sudah teruji zaman. Jangan sampai, perbedaan-perbedaan di antara yang ada, ditunggangi oleh kepentingan politik. Ini yang menjadi tantangan besar kita semua,” jelas Gusmian.

Agenda silaturahim Pesantren se-Solo Raya ini, diakhiri dengan kesepakatan untuk saling menjaga kedamaian, baik di kawasan Solo maupun di lingkup yang lebih luas. Perwakilan pesantren As-Salam, pesantren Ngruki, dan beberapa pesantren lain, menyatakan siap menjaga perdamaian di kawasan masing-masing, untuk menjaga utuhnya NKRI.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Pesantren Harus Menjadi Poros Deradikalisasi"

Post a Comment