Ketika Gus Mus Ditantang ‘Duel’ Oleh Jaya Suprana

@image : facebook : gus mus

Musisi sekaligus penulis Jaya Suprana menggelar acara ulang tahun Museum Rekor Indonesia (MURI) ke-26 di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jumat 29 Januari 2016. Jaya Suprana mengundang khusus Gus Mus (Mustofa Bisri) dalam acara tersebut.

Acara itu digelar khusus Jaya untuk 'menantang' Gus Mus untuk berpuisi. Jaya pun mengiringi karya puisi yang dibacakan oleh Gus Mus.

"Acara terbilang spesial karena saya bangga mengiringi Gus Mus membacakan puisi," ucap Jaya.

Jaya menyebut Gus Mus adalah tokoh Islam yang patut ditiru. Segudang karya puisi pun selalu diikuti oleh Jaya Suprana selama mengikuti perjalanan karier Gus Mus.

Pertemuan Gus Mus dengan Jaya Suprana begitu apik. Puisi berkolaborasi dengan dentingan piano menjadi kesatuan irama yang indah. Tidak ada kelas, semua sama mendengarkan piano sembari mendengarkan petuah. BUKAN sembarang duel, namun ini adalah duel yang pertama kali dalam sejarah, duel pembacaan puisi versus dentingan piano. 


Demikian dikatakan Jaya Suprana, pianis, Preskom Jamu Jago Grup yang pendiri Museum Rekor dunia- Indonesia (MURI) saat memberikan pengantar sebelum duel tersebut dilakukan di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, seperti dilansir suara merdeka.com.


Dalam pertunjukan tersebut Jaya tentu dalam posisi sebagai pianis, sedangkan lawan yang harus dihadapi adalah seorang kiai pembaca puisi yang menurut dia seorang yang aneh. Aneh dalam konteks pada saat banyak orang berebut jabatan, justru kiai ini menolak berbagai jabatan. Dialah KH Mustofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus. Dengan jujur Jaya mengatakan bahwa dirinya sempat meragukan apakah Gus Mus adalah lawan yang tangguh dalam duel dengan dirinya. 


”Maka saya pun meng audisi Gus Mus, karena jujur saja, saya sempat meragukan beliau. Eh saat audisi, ternyata saya yang suka mendengarkan Rendra serta Taufik Ismail dibuat kagum oleh Gus Mus. Memang tidak ada kaidahkaidah keilmuan terkait puisi yang diikuti Gus Mus tapi apa yang ditulis dan dibaca beliau benar-benar keluar dari lubuk sanubari, inilah luar biasanya Gus Mus,” kata Jaya yang disambut applaus hadirin. Tepuk Tangan Tak lama berselang Gus Mus pun membacakan puisinya.

Lalu hadirin pun terhentak saat pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang membawakan ”Atas Nama” yang menunjukkan kontradiksi dan kenyataan pahit yang terjadi saat ini. ”Ada yang atas nama Tuhan melecehkan Tuhan// Ada yang atas nama negara merampok negara// Ada yang atas nama rakyat menindas rakyat.” Setelah itu puisi-puisi yang berisi kritik sosial atas berbagai penyalahgunaan termasuk penyalahgunaan ajaran dan simbol agama, mengalir dari mulut Gus Mus. Ada yang dibaca lembut dan ada yang menghentak seperti halnya pusi berjudul ”Allahu Akbar”. ”Allahu Akbar !// Pekik kalian menghalilintar// Membuat makhluk makhluk kecil tergetar Allahu Akbar// Mengapa kalau mereka memang pantas masuk neraka// Tidak kalian biarkan Tuhan mereka yang menyiksa mereka// Kapan kalian mendapat mandat wewenang dari-Nya/ untuk menyiksa dan melaknat?// Allahu Akbar!// Syirik adalah dosa paling besar/ dan syirik yang paling akbar adalah menyekutukan diri sendiri// Dengan memutlakkan kebenaran sendiri// Laa ilaaha illallah!//.”Fakta bahwa keuangan yang maha kuasa terjadi di negeri ini, disindir oleh Gus Mus dalam puisinya berjudul negeri amplop.

”Amplop-amplop di negeri amplop/ mengatur dengan teratur// Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur. Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur// Orang bicara bisa bisu Orang mendengar bisa tuli// Orang alim bisa nafsu// Orang sakti bisa mati// Di negeri amplop/ amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja.

” Sebelum duel yang ternyata menjelma menjadi sebuah kolaborasi yang apik tersebut selesai, Gus Mus sempat berhenti sejenak. Dia mengaku capai juga dari tadi membaca puisi. Jaya pun dapat memaklumi sahabatnya yang sudah berusia kepala tujuh itu. Ngomong-ngomong sebentar lalu Gus Mus pun melanjutkan kembali pembacaan puisi karangannya ”Aku Masih Sangat Hapal Nyanyian Itu’.

Di awal puisi tersebut, terdapat syair lagu ”Indonesia Pusaka” karangan Ismail Marzuki yang menunjukkan indahnya Indonesia. Namun di akhir justru berubah menjadi Indonesia air mata kita. Pembacaan puisi pun berakhir. Pertarungan atau duel pun sejatinya tidak terjadi, dan tidak ada satu pihak yang tewas.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ketika Gus Mus Ditantang ‘Duel’ Oleh Jaya Suprana "

Post a Comment