Yuk! Cari Tahu Sejarah dan Alasan Kenapa 22 Oktober Ditetapkan Sebagai Hari Santri Nasional

SEKITARPANTURA.COM - Hari Santri Nasional sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keppres Nomor 22 tahun 2015. Presiden RI Joko Widodo menegaskan besarnya peran santri bagi bangsa. Para tokoh-tokoh besar yang punya andil itulah yang membuat pemerintah menilai hari santri penting ditetapkan.

Jokowi juga menyampaikan jika hal ini untuk mengingat peran historis para santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti KH Hasyim As’yari dari Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmmad Dahlan dari Muhammadiyah, A. Hassan dari Persis, Ahmad Soorhati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Matlaul Anwar serta mengingat pula 17 nama-nama perwira Pembela Tanah Air (Peta) yang berasal dari kalangan santri.

Sudah sepatutnya pula, generasi bangsa ini menghaturkan penghormatan (ta'dzim) kepada para syuhada, para pejuang yang dengan pendirian bulat telah mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatan NKRI dengan segenap kekuatan.

Hari Santri Nasional juga merupakan tonggak sejarah di kukuhkannya kembali komitmen umat Islam Indonesia terhadap kesatuan dan persatuan. Pengukuhan komitmen penting, agar teladan tentang semangat nasionalisme yang masih terus tersambung hingga saat ini tidak terputus oleh zaman.

Desakan agar pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional datang dari Nahdotul Ulama (NU) dan sejumlah organisasi massa Islam. Awalnya, muncul usulan Hari Santri Nasional pada 1 Muharram yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam . Namun, setelah dilakukan diskusi-diskusi yang melibatkan ormas-ormas Islam di Indonesia dan berpijak pada Resolusi Jihad, 1 Muharram dinilai kurang tepat jika ditetapkan sebagai Hari Santri, karena dinilai justru mempersempit makna Tahun Baru Islam.



Pengurus Besar Nahdotul Ulama (PBNU) kemudian mengusulkan 22 Oktober yang bertepatan dengan momentum peringatan Resolusi Jihad sebagai Hari Santri Nasional. Tanggal ini dinilai momentumental, mengingat seruan resolusi jihad yang dikeluarkan Hadratussyaikh KH.Hasyim Asy'ari berhasil mengobarkan semangat juang badan-badan kelaskaran, TKR, Hisbullah hingga penduduk biasa.

Pertempuran antara laskar-laskar santri Arek-arek Surabaya dan para penduduk bersenjata melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda pada 27, 28, 29 Oktober 1945, mencapai eskalasinya pada 10 November 1945. Pertempuran 10 November tersebut yang membumihanguskan seluruh isi Kota Surabaya. Inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Usulan Hari Santri Nasional diperingati 22 Oktober disambut sejumlah ormas Islam seperti Mathlalul Anwar, Persatuan Umat Islam (PUI), Al-Washliyah dan Forum Komunikasi Da'i Muda Indonesia (FKDMI), yang langsung menyatakan dukungannya.

Pada pertemuan yang di selenggarakan Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama RI pada 15 Agustus 2015, mereka bersepakat Hari Santri Nasional diperingati 22 Oktober. Hal ini  dinilai tepat untuk menghargai perjuangan para kaum santri yang memiliki peran vital peletak pondasi Kemerdekaan RI.

Persetujuan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional juga disampaikan oleh Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI). Sebanyak 12 ormas yang tergabung dalam lembaga ini ikut mendorong pemerintah agar mengapresiasi lebih baik lagi peranan santri dalam mempertahankan kemerdekaan.

Penetapan  22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional juga diperkuat ormas Islam, antara lain Syarikat Islam Indonesia (SII), Persatuan Islam (PERSIS), Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Mathlalul Anwar, Al-Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan Da'i Indonesia (IKADI), Azzikra, Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Indonesia (PERTI) dan Persatuan Umat Isam (PUI).

Kemudian, bagi NU, kontekstualisasi Hari Santri Nasional juga bisa dimaknai sebagai momentum kebangkitan umat Islam yang memiliki komitmen kuat terhadap ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Kebangkitan kaum santri, dalam hal ini adalah momentum dimulainya gerakan membangkitkan keteladanan dan melanjutkan misi laskar ulama-santri pendahulu dengan mengambil peran aktif dalam membangun NKRI sekaligus membentuk karakter bangsa bagi generasi di masa mendatang.

Hari Santri Nasional harus menjadi pengingat bagi bangsa ini, bahwa pesantren dan para santri tak bisa dipisahkan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, peran besar pesantren dan santri harus dihormati dengan tidak mengabaikan mereka dalam pembangunan. Sekaligus saat yang tepat dimulainya perlawanan baru terhadap radikalisme dan terorisme yang telah mengancam bangsa Indonesia.



22 Alasan Hari Santri Ditetapkan 22 Oktober

1. Komunitas santri selalu berkomitmen untuk menjaga bangsa dan keutuhan NKRI dalam praktik keagamaan , santri menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

2. Sejarah hari santri terhubung langsung dengan jaringan ulama, yang di mulai pada masa Wali Songo yang kemudian tersambung dalam jaringan pengetahuan (sanad) dan kekerabatan.

3. Nilai-nilai Islam yang menjadi ekspresi keagamaan kaum santri, terwujud dalam praktik keagamaan Islam Nusantara.

4. Islam Nusantara merupakan identitas keislaman yang memberikan ruang penghargaan atas nilai-nilai lokal yang sejalan dengan kaidah keislaman . Islam Nusantara merupakan cara berislam kaum muslim di Indonesia, bahkan Asia Tenggara yang sejalan dengan konteks dan nilai-nilai Islam yang menjadi risalah Nabi Muhammad.

5. Dalam sejarahnya, kaum santri berkomitmen untuk terus menjaga nilai-nilai Islam Nusantara dengan fikrah (pemikiran), harakah (gerakan) dan jam'iyyah (organisasi) yang terkoneksi dengan ekspresi keagamaan warga Muslim (jemaah)

6. Selama ini, komunitas santri terbukti berkomitmen untuk mengawal NKRI, komitmen ini di buktikan dengan keseriusan menjaga nilai-nilai tawassuth, tawazun, tasamuh dan i'tial.

7. Nilai tawassuth (moderat) dibuktikan oleh komunitas santri yang dipraktikan oleh para kiai pesantren dengan nilai-nilai Ahlussunnah Waljamaah An-nahdliyyah, yang tidak ekstrem kanan dan kiri.

8. Nilai tawazun (keseimbangan) dibuktikan dalam komitmen menjaga perdamaian. Dalam sejarah, para kiai sering memperaktikan pikiran moderat dengan selalu menjaga maslahah terutama berjuang untuk menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia.

9 Nilai tasamuh (toleran) merupakan jati diri dari komunitas pesantren yang terbuka dalam dialog dan komunikasi dengan komunitas lintas ideologi dan agama.

10. Nilai i'tidal (keadilan) merupakan sikap dari kaum santri untuk terus menjaga keadilan dan mengawal konstitusi untuk kemasalahan bangsa serta tegaknya NKRI.

11. Komunitas santri dalam perjalanan panjangnya, selalu membela kepentingan bangsa Indonesia, menjaga persatuan dan kesatuan.

12. Warga pesantren membuktikan diri dengan mengekspresikan nilai-nilai Islam rahmatan lil-alamin yang menghadirkan kesejukan dan keramahan dalam beragama bukan kemarahan dalam bersikap.

13 Perjuangan kaum santri dalam kemerdekaan Indonesia merupakan jihad untuk membela bangsa yang meruapakan manifestasi Nahdlatul Wathan bagi kaum santri, kecintaan dan membela bangsa merupakan bagian dari keimanan hubbul wathan minal-iman.

14. Kaum santri dalam sejarah kolonial , berusaha untuk melawan setiap bentuk penjajahan dari berbagai rezim kolonial di bumi Nusantara. Pada masa perang Jawa 1925-1830 kaum santri menjadi barisan pendukung utama Pangeran Diponegoro Sayyidin Panatagama yang berjuang melawan penjajah. Kaum santri juga menjadi penggerak dalam perjuangan melawan penjajahan di antaranya pada tahun 1888 di Banten dan beberapa lokasi lain pada penghujung abad 19

15. Pada awal abad 20, kaum santri mengawali gerakan untuk melawan kolonialisme , dengan membangun pemikiran (tashwirul afkar), membangun jaringan saudagar untuk kemandirian ekonomi (nahdotut-tujjar) dan menyamai cinta tanah air (nahdlatul wathan).

16. Ketiganya yaitu tashwirul afkar, nahdatut-tujjar dan nahdlatul wathan merupakan embrio organisasi (ja'iyyah) nahdlatul ulama (NU)untuk membangkitkan peran kaum pribumi dalam melawan penjajah serta berjuang untuk kemerdekaan.

17. Pada tahun 1936 para kiai berkumpul dan bermusyawarah ulama di banjarmasin, yang menghasilkan rumusan dar as-salam (Negara Kedamaian), sebagai modal Indonesia ketika merdeka. Sembilan tahun sebelum kemerdekaan para kiai NU sudah memiliki rumusan dan impian tentang negara yang merdeka yang mengakomodasi kebhinekaan.

18. Pada masa penjajahan jepang, kaum santri juga bergerak untuk membela tanah air, dengan membentuk barisan militer santri bernama Hizbullah dan Sabilillah.Laskar Hizbullah di pimpin oleh KH. Zainul Arifin (1909-1963), sedangkan Laskar Sabilillah dikomandoi KH. Masjur (1904-1994).

19. Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak serta merta menghentikan gempuran dari tentara kolonial untuk kembali menjajah negeri tercinta kita. Para santri, terutama yang tergabung pada 2 laskar tersebut, behu membahu untuk menegakan kemerdekaan dan menjaga NKRI.

20. Tanggal 22 Oktober 1945, merupakan momentum bersejarah, ketika KH. Hasyim Asy'ari 1975- 1947 menyerukan fatwanya yang di sebut sebagai resolusi jihad. Fatwa Kiai  Hsyim, menjadi api semangat kaum santri dan para pemuda untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serbuan pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di Surabaya yang puncaknya pada 10 November 1945.

21. Resolusi jihad merupakan bukti komitmen kaum santri untuk berjuang menjaga NKRI yang menginspirasi Bung Karno (1901-1970) sebagai presiden, dan Bung Tomo (1920-1981) sebagai pejuang untuk gigih membela negara.

22. Untuk itu hari santri menjadi momentum untuk mengingat perjuangan para kiai dan komunitas pesantren dalam membela bangsa. Tanggal 22 Oktober sangat tepat sebagai Hari Santri Nasional, karena momentum bersejarah, dimana Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari menggemakan fatwa perjuangan sebagai "Resolusi Jihad".


Detik-detik Resolusi Jihad NU 1945

17 Agustus 1945

Siaran berita proklamasi kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain di Jawa, membawa situasi revolusioner tanpa komando, rakyat berinisiatif mengambil alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.

31 Agustus 1945

Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera tri-warna untuk merayakan kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina Armgard.

17 September 1945

KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah, fatwa ini merupakan penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.

19 September 1945

Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje, seorang kader pemuda Ansor bernama Cak Asy'ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru sehingga hanya tertinggal merah putih.

23-24 September 1945

Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang Jepang oleh laskar-laskar rakyat termasuk Hizbullah.

25 September 1945

Bersamaan dengan situasi Surabaya yang semakin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin oleh KH Abdunnafik melakukan konsolidasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya Tengah, Barat, Selatan dan Timur.

21-22 Oktober 1945

PBNU menggelar rapat konsul Nu se - Jawa dan Madura yang digelar di Kantor Holdsbestuur NU di Jalan Bubutan V1 No 2 Surabaya. Di tempat inilah, membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di akhir pertemuan pada tanggal 22 oktober 1945, akhirnya mengeluarkan sebuah resulusi jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH.Hasyim Asy'ari.

25 Oktober 1945

Sekitar 6000 pasukan Inggris yang tergabung dalam brigade ke-49 Devisi ke 26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin oleh Brigjend AWS Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands Indies Civil Administration),

26 Oktober 1945

Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan antara pihak Surabaya dan pasukan sekutu, hadir dalam perundingan itu Brigjend AWS Mallaby dan jajaran dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Aul Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.

27 Oktober 1945

Mayjen DC Hawtorn bertindak sebagai panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali, Lombok menyebarkan pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya dan pelarangan memegang senjata, selain bagi mereka yang menjadi pasukan Inggris.Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut, Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbulloh dan para pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan Inggris juga balik menyerang dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok yang ketika itu berada dalam penjagaan pejuang Surabaya.

28 Oktober 1945

Laskar Hizbullah dan para pejuang lainnya berbekal senjata hasil rampasan dari Jepang, bambu runcing dan celurit melakukan serangan Frontal terhadap pos-pos dan markas pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang kemarahan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.

29 Oktober 1945

Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan masal di sudut-sudut Kota Surabaya. Pasukan Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan Inggris yang ada di Gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS dan Kantor Kawedanan. Hizbullah bersama TKR dan Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) juga menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun KA Trem OJS Joyoboyo.

29 Oktober 1945

Perwira Inggis Kolonel Cruickshank telah terkepung. Kemudian Mayjen Hawtorn dan Brigade ke-49 menelepon dan meminta Presiden Soekarna agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno dengan didampingi wakilnya Muhammad Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan situasi perang.

30 Oktober 1945

Genjatan senjata dicapai kedua pihak laskar Arek-arek Surabaya dan pasukan Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan. Pasukan Inggris mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp interniran) dan mengakui eksistensi republik Indonesia.

30 Oktober 1945

Sore hari usai kesepakatan gencatan senjata, rombongan biro kontak Inggris menuju ke Gedung Internatio yang terletak di samping Jembatan Merah. Namun, sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai kesepakatan gencatan senjata, hingga akhirnya terjadi ketegangan yang menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjend Mallaby tertembak dan mobilnya terbakar.

31 Oktober 1945

Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan diri, maka pihaknya akan akan mengerahkan kekuatan militer darat, laut dan udara untuk membumi hanguskan Surabaya.

7-8 November 1945

Kongres umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan resolusi jihad Hadratussyaikh KH.Hasyim Asy'ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pascaultimatum AFNEI.

9 November 1945

Hadratussyaikh KH.Hasym Asy'ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah menginstruksikan agar Hizbullah dari berbagai penjuru untuk memasuki Surabaya guna bersiap menghadapi kemungkinan dengan satu sikap akhir, menolak menyerah.

KH.Abas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsunug komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu adalah Kiai Abbas antara lain kiyai wahab (Abdul wahab hasbulloh), Bung Tomo (sutomo), Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH.Mas Mansur) dan Cak Arnowo (Doel Arnowo).

10 November 1945

Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI Inggris mengerahkan 24.000 pasukan dari devisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21 tank sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta. Perang besar pun pecah, ribuan pejuang syahid, pasukan Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar kacir dan berhasil menembak jatuh 3 pesawat RAF Inggris.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Yuk! Cari Tahu Sejarah dan Alasan Kenapa 22 Oktober Ditetapkan Sebagai Hari Santri Nasional"

Post a Comment