Kenaikan PBB di Pati Dinilai Terlalu Tinggi, Capai 250 Persen dan Picu Gejolak Warga


PATI – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Kenaikan yang dianggap drastis ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial yang selama ini kondusif.

Salah satu tokoh masyarakat Pati, Sukarno, turut menyuarakan pendapatnya terkait lonjakan pajak tersebut. Ia menegaskan bahwa meski kebijakan penyesuaian PBB-P2 sah secara hukum, kenaikan yang diberlakukan perlu mempertimbangkan kondisi riil masyarakat di lapangan.

"Boleh saja sesuai amanat undang-undang setiap dua tahun bisa dikaji. Artinya bisa ada kenaikan atau penyesuaian," kata Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati itu.


Namun demikian, Sukarno menilai bahwa kenaikan hingga 250 persen tergolong sangat tinggi dan tidak proporsional. Ia menilai, batas rasional kenaikan pajak seharusnya tidak lebih dari 100 persen, dengan tetap mempertimbangkan kelas tanah sebagai acuan utama.

"Sebaiknya PBB ini dinaikkan 50 sampai 100 persen sesuai kelas tanah. Jangan diratakan karena NJOP-nya di pinggir jalan, jalan protokol, jalan kabupaten, itu signifikan kenaikannya. Itu perlu disesuaikan. Tapi kalau hanya di dalam yang hanya mempunyai rumah tanah dinaikkan itu kasihan,” ucap dia.

Ia juga mengingatkan bahwa meskipun daerah memiliki wewenang menaikkan PBB, namun pemerintah tetap harus berpihak pada kemampuan ekonomi masyarakat, agar kebijakan tidak berujung pada penolakan publik.

"Kalau dinaikkan 2,5 kali lipat atau 250 persen ini masyarakat masih merasa keberatan. Kita masih perlu mendengarkan suara seperti itu. Sehingga tidak terjadi gejolak yang selama Kabupaten Pati sudah kondusif. Dengan adanya kenaikan PBB ini akhirnya tidak kondusif," ujar dia.

Lebih lanjut, Sukarno juga merespons argumen pemerintah yang menyebut kenaikan PBB ini dilakukan karena sudah 14 tahun tidak ada penyesuaian. Menurutnya, pernyataan tersebut kurang tepat karena sebelumnya pernah ada supervisi dari KPK terkait penyesuaian NJOP.

"Sepengetahuan saya, tahun 2020 itu ada supervisi KPK, menurut KPK diharapkan naik 600 persen. Pada saat itu, saya di Komisi B sepakat mengundang Pak Turi sebagai BPKAD, akhirnya kita rembugan maksimal kenaikan 100 persen. Tapi di desa belum tersentuh pada saat itu. Akhirnya jalan protokol dan desa-desa yang memang terjangkau. Jadi kalau ada statement belum pernah itu saja kira kurang pas. Karena 2020 pernah terjadi penyesuaian itu," pungkasnya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kenaikan PBB di Pati Dinilai Terlalu Tinggi, Capai 250 Persen dan Picu Gejolak Warga"

Posting Komentar